BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Indonesia memiliki kebudayaan yang sangat banyak dan indah.
Budaya lahir dari kebiasaan dan adat setempat.Masyarakat Indonesia merupakan
suatu masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di dalam berbagai aspek kehidupan.
Bukti nyata adanya kemajemukan di dalam masyrakat kita terlihat dalam
beragamnya kebudayaan merupaka hasil cipta, rasa, karsa manusia yang menjadi
sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia.
Seperti pada kebudayaan sunda, kebudayaan sunda termasuk kebudayaan
tertua. Kebudayaan sunda yang ideal kemudian sering dikaitkan sebagai
kebbudayaan raja – raja sunda. Ada beberapa watka dalam budaya Sunda tentang
satu jalan menuju keutamaan hidup. Etos dan watak Sunda itu adalah
cageur,bageur,singer dan pinter. Kebudayaan sunda juga merupakan salah satu
kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia yang dalam
perkembangannya perludilestarikan. Hampir semua masyarakat sunda beragama Islam
namun ada beberapa yang bukan beragama islam, walaupun berebeda namun pada
dasarnya seluruh kehidupan di tujukan untuk alam semesta.
Kebudayaan sunda memiliki ciri khas tertentu yang
membedakannya dari kebudayaan – kebudayaan lain. Secara umum masyarakat Jawa
Barat atau Tatar sunda , sering dikenal dengan masyarakat religius. Kecenderungan
ini tampak sebagaimana dalam pameo “ silih asih, silih asah dan silih asuh,
saling mengasihi, saling mempertajam diri dan saling malindungi.Selain itu
Sunda juga memiliki sejumlah budaya lain yang khas seperti kesopanan,rendah hati
terhadap sesama, kepada yang lebih tua dan menyayangi kepada yang lebih
kecil.Pada kebudayaan sunda keseimbangan magis di pertahankan dengan cara
melakukan upacara-upacara adat sedangkan keseimbangan sosial masyarakat sunda
melakukan gotong royong untuk mempertahankannya.
B.
Rumusan Masalah
Untuk memudahkan dalam
pembahasan masalah , maka penulis membatasi pembahasannya :
1.
Seperti Apakah Sejarah Suku Sunda ?
2.
Bagaimana
Sistem
Religi dan Upacara Keagamaan Suku Sunda ?
3.
Bagaimana Sistem Kemasyarakatan Suku Sunda ?
4.
Bagaimana Sistem Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi Suku Sunda ?
5.
Bagaimana Bahasa Suku
Sunda ?
6.
Bagaimana Kesenian Suku
Sunda ?
7.
Bagaimana Sistem Mata Pencaharian Suku Sunda ?
C.
Tujuan Masalah
Tujuan pembuatan makalah
ini yaitu :
1.
Untuk mengetahui Seperti Apakah Sejarah
Suku Sunda ?
2.
Untuketahui Sistem Religi dan
Upacara Keagamaan Suku Sunda ?
3.
Untuk mengetahui Sistem Kemasyarakatan Suku Sunda ?
4.
Untuk mengetahui Sistem Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi Suku Sunda ?
5.
Untuk mengetahui Bahasa
Suku Sunda ?
6.
Untuk mengetahui Kesenian Suku Sunda ?
7.
Untuk mengetahui Sistem Mata
Pencaharian Suku Sunda ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Suku Sunda
Suku Sunda adalah kelompok etnis
yang berasal dari bagian barat pulau Jawa, Indonesia, yang mencakup wilayah
administrasi provinsi Jawa Barat, Banten, Jakarta, dan Lampung. Suku Sunda
merupakan etnis kedua terbesar di Indonesia. Sekurang-kurangnya 15,41% penduduk
Indonesia merupakan orang Sunda. Mayoritas orang Sunda beragama Islam, akan
tetapi ada juga sebagian kecil yang beragama kristen, Hindu, dan Sunda
Wiwitan/Jati Sunda. Agama Sunda Wiwitan masih bertahan di beberapa komunitas
pedesaan suku Sunda, seperti di Kuningan dan masyarakat suku Baduy di Lebak
Banten yang berkerabat dekat dan dapat dikategorikan sebagai suku Sunda. Jati
diri yang mempersatukan orang Sunda adalah bahasanya dan budayanya. Orang Sunda
dikenal memiliki sifat optimistis, ramah, sopan, dan riang. Orang Portugis
mencatat dalam Suma Oriental bahwa orang sunda bersifat jujur dan pemberani.
Karakter orang Sunda yang periang dan suka bercanda seringkali ditampilkan
melalui tokoh populer dalam cerita Sunda yaitu Kabayan dan tokoh populer dalam
wayang golek yaitu Cepot, anaknya Semar. Mereka bersifat riang, suka bercanda,
dan banyak akal, tetapi seringkali nakal. Orang sunda juga adalah yang pertama
kali melakukan hubungan diplomatik secara sejajar dengan bangsa lain. Sang
Hyang Surawisesa atau Raja Samian adalah raja pertama di Nusantara yang
melakukan hubungan diplomatik dengan Bangsa lain pada abad ke 15 dengan orang
Portugis di Malaka. Hasil dari diplomasinya dituangkan dalam Prasasti
Perjanjian Sunda-Portugal. Beberapa tokoh Sunda juga menjabat Menteri dan
pernah menjadi wakil Presiden pada kabinet RI.
Disamping prestasi dalam bidang
politik (khususnya pada awal masa kemerdekaan Indonesia) dan ekonomi, prestasi
yang cukup membanggakan adalah pada bidang budaya yaitu banyaknya penyanyi,
musisi, aktor dan aktris dari etnis Sunda, yang memiliki prestasi di tingkat
nasional, maupun internasional. Sunda sebagai nama kerajaan kiranya baru muncul
pada abad ke- 8 sebagai lanjutan atau penerus kerajaan Tarumanegara. Pusat
kerajaannya berada disekitar Bogor, sekarang. Sejarah Sunda mengalami babak
baru karena arah pesisir utara di Jayakarta (Batavia) masuk kekuasaan kompeni
Belanda sejak (1610*) dan dari arah pedalaman sebelah timur masuk kekuasaan
Mataram (sejak 1625). Menurut RW. Van Bemelan pada tahun 1949, Sunda adalah
sebuah istilah yang digunakan untuk menamai dataran bagian barat laut wilayah
India timur, sedangkan dataran bagian tenggara dinamai Sahul. Suku Sunda
merupakan kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa, Indeonesia.
Yaitu berasal dan bertempat tinggal di Jawa Barat. Daerah yang juga sering
disebut Tanah Pasundan atau Tatar Sunda.
Pada tahun 1998, suku Sunda berjumlah kurang lebih 33 juta
jiwa, kebanyakan dari mereka hidup di Jawa Barat dan sekitar 1 juta jiwa hidup
di provinsi lain. Dari antara mereka, penduduk kota mencapai 34,51%, suatu
jumlah yang cukup berarti yang dapat dijangkau dengan berbagai media.
Kendatipun demikian, suku Sunda adalah salah satu kelompok orang yang paling kurang
dikenal di dunia. Nama mereka sering dianggap sebagai orang Sudan di Afrika dan
salah dieja dalam ensiklopedia. Beberapa koreksi ejaan dalam komputer juga
mengubahnya menjadi Sudanese (dalam bahasa Inggris). Pada abad ke-20, sejarah
mereka telah terjalin melalui bangkitnya nasionalisme Indonesia yang akhirnya
menjadi Indonesia modern. Kata Sunda artinya Bagus/ Baik/ Putih/ Bersih/
Cemerlang, segala sesuatu yang mengandung unsur kebaikan, orang Sunda diyakini
memiliki etos/ watak/ karakter Kasundaan sebagai jalan menuju keutamaan hidup.
Watak / karakter Sunda yang dimaksud adalah cageur (sehat), bageur (baik),
bener (benar), singer (terampil), dan pinter (pandai/ cerdas) yang sudah ada
sejak zaman Salaka Nagara tahun 150 sampai ke Sumedang Larang Abad ke- 17,
telah membawa kemakmuran dan kesejahteraan lebih dari 1000 tahun.
Sunda merupakan kebudayaan masyarakat yang tinggal di
wilayah barat pulau Jawa dengan berjalannya waktu telah tersebar ke berbagai
penjuru dunia. Sebagai suatu suku, bangsa Sunda merupakan cikal bakal
berdirinya peradaban di Nusantara, di mulai dengan berdirinya kerajaan tertua
di Indonesia, yakni Kerajaan Salakanagara dan Tarumanegara sampai ke Galuh,
Pakuan Pajajaran, dan Sumedang Larang. Kerajaan Sunda merupakan kerajaan yang
cinta damai, selama pemerintahannya tidak melakukan ekspansi untuk memperluas
wilayah kekuasaannya. Keturunan Kerajaan Sunda telah melahirkan kerajaan-
kerajaan besar di Nusantara diantaranya Kerajaan Sriwijaya, Kerajaan Majapahit,
Kerajaan Mataram, Kerajaan Cirebon, Kerajaan Banten, dll.
B. Sistem Religi dan Upacara Keagamaan Suku Sunda
- Sistem Religi
Sistem religi suku Sunda – Sebagian besar suku Sunda
memeluk agama Islam dengan patuh melakukan kewajiban agamanya, seperti sholat,
puasa, zakat dan sangat besar hasratnya untuk beribadah haji ke tanah suci.
Pada tahun 1969 saja terdapat 21.038 masjid, 655.741 langgar, 2.767 pesantren
dan 5.491 madrasah. Jumlah kyai, ajingan dan alim ulama 25.253 orang, guru
ngaji di pesantren 4.042 orang, guru agama di madrasah 14.860 orang. Disamping
mengerjakan syari’at agama Islam, masih banyak di antara mereka yang
mengerjakan hal-hal yang bersifat mitos, animisme maupun dinamisme. Dalam
praktek kehidupan beragama sehari-hari, selamatan merupakan upacara yang
terpenting. Selamatan berupa nasi tumpeng, tetapi ikan dan lauk-pauknya berada
di dalamnya. Waktu selamatan keadaan hening, setelah selesai mereka pulang
dengan segera, tidak beramah-tamah seperti orang Jawa. Selain agama Islam,
masih ada agama-agam lain yang dianutnya, antara lain : Kong Hu Chu,
Kristen/Protestan, Buddha, Katholik, Hindu Bali, Animisme dan kepercayaaan lain
- Upacara keagamaan Suku Sunda
a) Upacara Adat Perkawinan Suku Sunda
Adat Sunda merupakan salah satu pilihan calon mempelai yang
ingin merayakan pesta pernikahannya. Khususnya mempelai yang berasal dari
Sunda. Adapun rangkaian acaranya dapat dilihat berikut ini :
1. Nendeun
Omong, yaitu pembicaraan orang tua atau utusan pihak pria yang berminat
mempersunting seorang gadis.
2. Lamaran
dilaksanakan orang tua calon pengantin beserta keluarga dekat. Disertai
seseorang berusia lanjut sebagai pemimpin upacara. Bawa lamareun atau sirih
pinang komplit, uang, seperangkat pakaian wanita sebagai pameungkeut
(pengikat). Cincin tidak mutlak harus dibawa. Jika dibawa, bisanya berupa
cincing meneng, melambangkan kemantapan dan keabadian.
3. Tunangan. Dilakukan ‘patuker beubeur tameuh’,
yaitu penyerahan ikat pinggang warna pelangi atau polos kepada si gadis.
4. Seserahan
(3 – 7 hari sebelum pernikahan). Calon pengantin pria membawa uang, pakaian,
perabot rumah tangga, perabot dapur, makanan, dan lain-lain.
5. Ngeuyeuk
seureuh (opsional, Jika ngeuyeuk seureuh tidak dilakukan, maka seserahan
dilaksanakan sesaat sebelum akad nikah.)
·
Dipimpin
pengeuyeuk.
·
Pengeuyek
mewejang kedua calon pengantin agar meminta ijin dan doa restu kepada kedua
orang tua serta memberikan nasehat melalui lambang-lambang atau benda yang
disediakan berupa parawanten, pangradinan dan sebagainya.
·
Diiringi
lagu kidung oleh pangeuyeuk
·
Disawer
beras, agar hidup sejahtera.
·
Dikeprak
dengan sapu lidi disertai nasehat agar memupuk kasih sayang dan giat bekerja.
·
Membuka kain putih penutup pengeuyeuk.
Melambangkan rumah tangga yang akan dibina masih bersih dan belum ternoda.
·
Membelah mayang jambe dan buah pinang (oleh
calon pengantin pria). Bermakna agar keduanya saling mengasihi dan dapat
menyesuaikan diri.
·
Menumbukkan alu ke dalam lumpang sebanyak tiga
kali (oleh calon pengantin pria).
6.
Membuat lungkun. Dua lembar sirih bertangkai saling
dihadapkan. Digulung menjadi satu memanjang. Diikat dengan benang kanteh.
Diikuti kedua orang tua dan para tamu yang hadir. Maknanya, agar kelak rejeki
yang diperoleh bila berlebihan dapat dibagikan kepada saudara dan handai
taulan.
7.
Berebut uang di bawah tikar sambil disawer.
Melambangkan berlomba mencari rejeki dan disayang keluarga.
b) Upacara
Prosesi Pernikahan
1. Penjemputan
calon pengantin pria, oleh utusan dari pihak wanita.
2. Ngabageakeun,
ibu calon pengantin wanita menyambut dengan pengalungan bunga melati kepada
calon pengantin pria, kemudian diapit oleh kedua orang tua calon pengantin
wanita untuk masuk menuju pelaminan.
3. Akad
nikah, petugas KUA, para saksi, pengantin pria sudah berada di tempat nikah.
Kedua orang tua menjemput pengantin wanita dari kamar, lalu didudukkan di
sebelah kiri pengantin pria dan dikerudungi dengan tiung panjang, yang berarti
penyatuan dua insan yang masih murni. Kerudung baru dibuka saat kedua mempelai
akan menandatangani surat nikah.
4. Sungkeman,
Wejangan, oleh ayah pengantin wanita atau keluarganya.
5. Saweran,
kedua pengantin didudukkan di kursi. Sambil penyaweran, pantun sawer
dinyanyikan. Pantun berisi petuah utusan orang tua pengantin wanita. Kedua pengantin
dipayungi payung besar diselingi taburan beras kuning atau kunyit ke atas
payung.
6. Meuleum
harupat, pengantin wanita menyalakan harupat dengan lilin. Harupat disiram
pengantin wanita dengan kendi air. Lantas harupat dipatahkan pengantin pria.
7. Nincak
endog, pengantin pria menginjak telur dan elekan sampai pecah. Lantas kakinya
dicuci dengan air bunga dan dilap pengantin wanita.
8. Buka
pintu. Diawali mengetuk pintu tiga kali. Diadakan tanya jawab dengan pantun
bersahutan dari dalam dan luar pintu rumah. Setelah kalimat syahadat dibacakan,
pintu dibuka. Pengantin masuk menuju pelaminan
c) Upacara
Adat Masa Kehamilan
1. Upacara
Mengandung Empat Bulan
Dulu Masyarakat
Jawa Barat apabila seorang perempuan baru mengandung 2 atau 3 bulan belum
disebut hamil, masih disebut mengidam. Setelah lewat 3 bulan barulah disebut
hamil. Upacara mengandung Tiga Bulan dan Lima Bulan dilakukan sebagai
pemberitahuan kepada tetangga dan kerabat bahwa perempuan itu sudah betul-betul
hamil. Namun sekarang kecenderungan orang-orang melaksanakan upacara pada saat
kehamilan menginjank empat bulan, karena pada usia kehamilan empat bulan itulah
saat ditiupkannya roh pada jabang bayi oleh Allah SWT. Biasanya pelaksanaan
upacara Mengandung empat Bulan ini mengundang pengajian untuk membacakan do’a
selamat, biasanya doa nurbuat dan doa lainnya agar bayinya mulus, sempurna,
sehat, dan selamat.
2. Upacara
Mengandung Tujuh Bulan/Tingkeban
Upacara
Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu mengandung
7 bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang
melahirkan akan selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya tutup,
maksudnya si ibu yang sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampur
dengan suaminya sampai empat puluh hari sesudah persalinan, dan jangan bekerja
terlalu berat karena bayi yang dikandung sudah besar, hal ini untuk menghindari
dari sesuatu yang tidak diinginkan. Di dalam upacara ini biasa diadakan
pengajian biasanya membaca ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf, surat Lukman dan surat
Maryam. Di samping itu dipersiapkan pula peralatan untuk upacara memandikan ibu
hamil , dan yang utama adalah rujak kanistren yang terdiri dari 7 macam
buah-buahan. Ibu yang sedang hamil tadi dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat
yang dipimpin seorang paraji secara bergantian dengan menggunakan 7 lembar kain
batik yang dipakai bergantian setiap guyuran dan dimandikan dengan air kembang
7 rupa. Pada guyuran ketujuh dimasukan belut sampai mengena pada perut si ibu
hamil, hal ini dimaksudkan agar bayi yang akan dilahirkan dapat berjalan lancar
(licin seperti belut). Bersamaan dengan jatuhnya belut, kelapa gading yang
telah digambari tokoh wayang oleh suaminya dibelah dengan golok. Hal ini
dimaksudkan agar bayi yang dikandung dan orang tuanya dapat berbuat baik lahir
dan batin, seperti keadaan kelapa gading warnanya elok, bila dibelah airnya
bersih dan manis. Itulah perumpamaan yang diharapkan bagi bayi yang dikandung
supaya mendapatkan keselamatan dunia-akhirat. Sesudah selesai dimandikan
biasanya ibu hamil didandani dibawa menuju ke tempat rujak kanistren tadi yang
sudah dipersiapkan. Kemudian sang ibu menjual rujak itu kepada anak-anak dan
para tamu yang hadir dalam upacara itu, dan mereka membelinya dengan
menggunakan talawengkar, yaitu genteng yang sudah dibentuk bundar seperti koin.
Sementara si ibu hamil menjual rujak, suaminya membuang sisa peralatan mandi
seperti air sisa dalam jajambaran, belut, bunga, dsb. Semuanya itu harus
dibuang di jalan simpang empat atau simpang tiga. Setelah rujak kanistren habis
terjual selesailah serangkaian upacara adat tingkeban.
3. Upacara
Mengandung Sembilan Bulan
Upacara sembilan
bulan dilaksanakan setelah usia kandungan masuk sembilan bulan. Dalam upacara
ini diadakan pengajian dengan maksud agar bayi yang dikandung cepat lahir
dengan selamat karena sudah waktunya lahir. Dalam upacara ini dibuar bubur
lolos, sebagai simbul dari upacara ini yaitu supaya mendapat kemudahan waktu
melahirkan, lolos. Bubur lolos ini biasanya dibagikan beserta nasi tumpeng atau
makanan lainnya.
4. Upacara
Reuneuh Mundingeun
Upacara Reuneuh
Mundingeun dilaksanakan apabila perempuan yang mengandung lebih dari sembilan
bulan,bahkan ada yang sampai 12 bulan tetapi belum melahirkan juga, perempuan
yang hamil itu disebut Reuneuh Mundingeun, seperti munding atau kerbau yang
bunting. Upacara ini diselenggarakan agar perempuan yang hamil tua itu segera
melahirkan jangan seperti kerbau, dan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak
diinginkan. Pada pelaksanaannya leher perempuan itu dikalungi kolotok dan
dituntun oleh indung beurang sambil membaca doa dibawa ke kandang kerbau. Kalau
tidak ada kandang kerbau, cukup dengan mengelilingi rumah sebanyak tujuh kali.
Perempuan yang hamil itu harus berbuat seperti kerbau dan menirukan bunyi
kerbau sambil dituntun dan diiringkan oleh anak-anak yang memegang cambuk.
Setelah mengelilingi kandang kerbau atau rumah, kemudian oleh indung beurang
dimandikan dan disuruh masuk ke dalam rumah. Di kota pelaksanaan upacara ini
sudah jarang dilaksanakan.
d) Upacara
Kelahiran dan Masa Bayi
1. Upacara
Memelihara Tembuni
Tembuni/placenta
dipandang sebagai saudara bayi karena itu tidak boleh dibuang sembarangan,
tetapi harus diadakan upacara waktu menguburnya atau menghanyutkannya ke
sungai. Bersamaan dengan bayi dilahirkan, tembuni (placenta) yang keluar
biasanya dirawat dibersihkan dan dimasukan ke dalam pendil dicampuri
bumbu-bumbu garam, asam dan gula merah lalu ditutup memakai kain putih yang
telah diberi udara melalui bambu kecil (elekan). Pendil diemban dengan kain
panjang dan dipayungi, biasanya oleh seorang paraji untuk dikuburkan di halaman
rumah atau dekat rumah. Ada juga yang dihanyutkan ke sungai secara adat.
Upacara penguburan tembuni disertai pembacaan doa selamat dan menyampaikan
hadiah atau tawasulan kepada Syeh Abdulkadir Jaelani dan ahli kubur. Di dekat
kuburan tembuni itu dinyalakan cempor/pelita sampai tali pusat bayi lepas dari
perutnya.. Upacara pemeliharaan tembuni dimaksudkan agar bayi itu selamat dan
kelak menjadi orang yang berbahagia.
2. Upacara
Nenjrag Bumi
Upacara Nenjrag
Bumi ialah upacara memukulkan alu ke bumi sebanyak tujuh kali di dekat bayi,
atau cara lain yaitu bayi dibaringkan di atas pelupuh (lantai dari bambo yang
dibelah-belah ), kemudian indung beurang menghentakkan kakinya ke pelupuh di
dekat bayi. Maksud dan tujuan dari upacara ini ialah agar bayi kelak menjadi
anak yang tidak lekas terkejut atau takut jika mendengar bunyi yang tiba-tiba
dan menakutkan.
3. Upacara
Puput Puseur
Setelah bayi
terlepas dari tali pusatnya, biasanya diadakan selamatan. Tali pusat yang sudah
lepas itu oleh indung beurang dimasukkan ke dalam kanjut kundang . Seterusnya
pusar bayi ditutup dengan uang logam/benggol yang telah dibungkus kasa atau
kapas dan diikatkan pada perut bayi, maksudnya agar pusat bayi tidak dosol,
menonjol ke luar. Ada juga pada saat upacara ini dilaksanakan sekaligus dengan
pemberian nama bayi. Pada upacara ini dibacakan doa selamat, dan disediakan
bubur merah bubur putih. Ada kepercayaan bahwa tali pusat (tali ari-ari)
termasuk saudara bayi juga yang harus dipelihara dengan sungguh-sungguh. Adapun
saudara bayi yang tiga lagi ialah tembuni, pembungkus, dan kakawah. Tali ari,
tembuni, pembungkus, dan kakawah biasa disebut dulur opat kalima pancer, yaitu
empat bersaudara dan kelimanya sebagai pusatnya ialah bayi itu. Kesemuanya itu
harus dipelihara dengan baik agar bayi itu kelak setelah dewasa dapat hidup
rukun dengan saudara-saudaranya (kakak dan adiknya) sehingga tercapailah
kebahagiaan.
4. Upacara
Ekah
Sebetulnya kata
ekah berasal dari bahasa Arab, dari kata aqiqatun “anak kandung”. Upacara Ekah
ialah upacara menebus jiwa anak sebagai pemberian Tuhan, atau ungkapan rasa
syukur telah dikaruniai anak oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, dan mengharapkan anak
itu kelak menjadi orang yang saleh yang dapat menolong kedua orang tuanya nanti
di alam akhirat. Pada pelaksanaan upacara ini biasanya diselenggarakan setelah
bayi berusia 7 hari, atau 14 hari, dan boleh juga setelah 21 hari. Perlengkapan
yangb harus disediakan adalah domba atau kambing untuk disembelih, jika anak
laki-laki dombanya harus dua (kecuali bagi yang tidak mampu cukup seekor), dan
jika anak perempuan hanya seekor saja. Domba yang akan disembelih untuk upacara
Ekah itu harus yang baik, yang memenuhi syarat untuk kurban. Selanjutnya domba
itu disembelih oleh ahlinya atau Ajengan dengan pembacaan doa selamat, setelah
itu dimasak dan dibagikan kepada handai tolan.
5. Upacara
Nurunkeun
Upacara
Nurunkeun ialah upacara pertama kali bayi dibawa ke halaman rumah, maksudnya
mengenal lingkungan dan sebagai pemberitahuan kepada tetangga bahwa bayi itu
sudah dapat digendong dibawa berjalan-jalan di halaman rumah. Upacara Nurun
keun dilaksanakan setelah tujuh hari upacara Puput Puseur. Pada pelaksanaannya
biasa diadakan pengajian untuk keselamatan dan sebagai hiburannya diadakan pohon
tebu atau pohon pisang yang digantungi aneka makanan, permainan anak-anak yang
diletakan di ruang tamu. Untuyk diperebutkan oleh para tamu terutama oleh
anak-anak.
6. Upacara
Cukuran/Marhabaan
Upacara cukuran
dimaksudkan untuk membersihkan atau menyucikan rambut bayi dari segala macam
najis. Upacara cukuran atau marhabaan juga merupakan ungkapan syukuran atau
terima kasih kepada Tuhan YME yang telah mengkaruniakan seorang anak yang telah
lahir dengan selamat. Upacara cukuran dilaksanakan pada saat bayi berumur 40
hari. Pada pelaksanaannya bayi dibaringkan di tengah-tengah para undangan
disertai perlengkapan bokor yang diisi air kembang 7 rupa dan gunting yang
digantungi perhiasan emas berupa kalung, cincin atau gelang untuk mencukur
rambut bayi. Pada saat itu mulailah para undangan berdo’a dan berjanji atau
disebut marhaban atau pupujian, yaitu memuji sifat-sifat nabi Muhammad saw. dan
membacakan doa yang mempunyai makna selamat lahir bathin dunia akhirat. Pada
saat marhabaan itulah rambut bayi digunting sedikit oleh beberapa orang yang
berdoa pada saat itu.
7. Upacara
Turun Taneuh
Upacara Turun
Taneuh ialah upacara pertama kali bayi menjejakkan kakinya ke tanah,
diselenggarakan setelah bayi itu agak besar, setelah dapat merangkak atau
melangkah sedikit-sedikit. Upacara ini dimaksudkan agar si anak mengetahui
keduniawian dan untuk mengetahui akan menjadi apakah anak itu kelak, apakah
akan menjadi petani, pedagang, atau akan menjadi orang yang berpangkat. Perlengkapan
yang disediakan harus lebih lengkap dari upacara Nurunkeun, selain aneka
makanan juga disediakan kain panjang untuk menggendong, tikar atau taplak
putih, padi segenggam, perhiasan emas (kalung, gelang, cincin), uang yang
terdiri dari uang lembaran ratusan, rebuan, dan puluh ribuan. Jalannya upacara,
apabila para undangan telah berkumpul diadakan doa selamat, setelah itu bayi
digendong dan dibawa ke luar rumah. Di halam rumah telah dipersiapkan aneka
makanan, perhiasan dan uang yang disimpan di atas kain putih, selanjutnya kaki
si anak diinjakan pada padi/ makanan, emas, dan uang, hal ini dimaksudkan agar
si anak kelak pintar mencari nafkah. Kemudian anak itu dilepaskan di atas
barang-barang tadi dan dibiarkan merangkak sendiri, para undangan memperhatikan
barang apa yang pertama kali dipegangnya. Jika anak itu memegang padi, hal itu
menandakan anak itu kelak menjadi petani. Jika yang dipegang itu uang,
menandakan anak itu kelak menjadi saudagar/pengusaha. Demikian pula apabila
yang dipegangnya emas, menandakan anak itu kelak akan menjadi orang yang
berpangkat atau mempunyai kedudukan yang terhormat.
f) Upacara
Masa Kanak-kanak
1. Upacara
Gusaran
Gusaran adalah
meratakan gigi anak perempuan dengan alat khusus. Maksud upacara Gusaran ialah
agar gigi anak perempuan itu rata dan terutama agar nampak bertambah cantik.
Upacara Gusaran dilaksanakan apabila anak perempuan sudah berusia tujuh tahun.
Jalannya upacara, anak perempuan setelah didandani duduk di antara para
undangan, selanjutnya membacakan doa dan solawat kepada Nabi Muhammad SAW.
Kemudian Indung beurang melaksanakan gusaran terhadap anak perempuan itu,
setelah selesai lalu dibawa ke tangga rumah untuk disawer (dinasihati melalui
syair lagu). Selesai disawer, kemudian dilanjutkan dengan makan-makan. Biasanya
dalam upacara Gusaran juga dilaksanakan tindikan, yaitu melubangi daun telinga
untuk memasang anting-anting, agar kelihatannya lebih cantik lagi.
2. Upacara
Sepitan/Sunatan
Upacara
sunatan/khitanan dilakukan dengan maksud agar alat vitalnya bersih dari najis .
Anak yang telah menjalani upacara sunatan dianggap telah melaksanakan salah
satu syarat utama sebagai umat Islam. Upacara Sepitan anak perempuan
diselenggarakan pada waktu anak itu masih kecil atau masih bayi, supaya tidak
malu. Upacara sunatan diselenggarakan biasanya jika anak laki-laki menginjak
usia 6 tahun. Dalam upacara sunatan selain paraji sunat, juga diundang para
tetangga, handai tolan dan kerabat. Pada pelaksanaannya pagi-pagi sekali anak
yang akan disunat dimandikan atau direndam di kolam sampai menggigil (kini hal
semacam itu jarang dilakukan lagi berhubung teknologi kesehatan sudah
berkembang), kemudian dipangku dibawa ke halaman rumah untuk disunat oleh
paraji sunat (bengkong), banyak orang yang menyaksikan diantaranya ada yang
memegang ayam jantan untuk disembelih, ada yang memegang petasan dan
macam-macam tetabuhan sambil menyanyikan marhaba. Bersamaan dengan anak itu
disunati, ayam jantan disembelih sebagai bela, petasan disulut, dan tetabuhan
dibunyikan . Kemudian anak yang telah disunat dibawa ke dalam rumah untuk diobati
oleh paraji sunat. Tidak lama setelah itu para undangan pun berdatangan, baik
yang dekat maupun yang jauh. Mereka memberikan uang/ nyecep kepada anak yang
disunat itu agar bergembira dan dapat melupakan rasa sakitnya. Pada acara ini
adapula yang menyelenggarakan hiburan seperti wayang golek, sisingaan atau
aneka tarian.
e) Upacara
Adat Kematian
Pada garis
besarnya rangkaian upacara adat kematian dapat digambarkan sebagai berikut:
memandikan mayat, mengkafani mayat, menyolatkan mayat, menguburkan mayat, menyusur
tanah dan tahlilan, yaitu pembacaan do’a dan zikir kepada Allah swt. agar arwah
orang yang baru meninggal dunia itu diampuni segala dosanya dan diterima amal
ibadahnya, juga mendo’kan agar keluarga yang ditinggalkannya tetap tabah dan
beriman dalam menghadapi cobaan. Tahlilan dilaksanakan di rumahnya, biasanya
sore/malam hari pada hari pertama wafatnya (poena), tiluna (tiga harinya),
tujuhna (tujuh harinya), matangpuluh (empat puluh harinya), natus (seratus
hari), mendak taun (satu tahunnya), dan newu (seribu harinya).
Sistem keluarga
dalam suku Sunda bersifat parental, garis keturunan ditarik dari pihak ayah dan
ibu bersama. Dalam keluarga Sunda, ayah yang bertindak sebagai kepala keluarga.
Ikatan kekeluargaan yang kuat dan peranan agama Islam yang sangat mempengaruhi
adat istiadat mewarnai seluruh sendi kehidupan suku Sunda.Dalam suku Sunda
dikenal adanya pancakaki yaitu sebagai istilah-istilah untuk menunjukkan
hubungan kekerabatan. Dicontohkannya, pertama, saudara yang berhubungan
langsung, ke bawah, dan vertikal. Yaitu anak, incu (cucu), buyut
(piut), bao, canggahwareng atau janggawareng, udeg-udeg, kaitsiwur
atau gantungsiwur. Kedua, saudara yang berhubungan tidak langsung dan
horizontal seperti anak paman, bibi, atau uwak, anak saudara kakek atau nenek,
anak saudara piut. Ketiga, saudara yang berhubungan tidak langsung dan
langsung serta vertikal seperti keponakan anak kakak, keponakan anak adik, dan
seterusnya. Dalam bahasa Sunda dikenal pula kosa kata sajarah dan sarsilah
(salsilah, silsilah) yang maknanya kurang lebih sama dengan kosa kata sejarah
dan silsilah dalam bahasa Indonesia. Makna sajarah adalah susun
galur/garis keturunan.
Masalah
pendidikan dan teknologi di dalam masyarakat suku Sunda sudah bisa dibilang
berkembang baik.Ini terlihat dari peran dari pemerintah Jawa Barat. Pemerintah
Jawa Barat memiliki tugas dalam memberikan pelayanan pembangunan pendidikan
bagi warganya, sebagai hak warga yang harus dipenuhi dalam pelayanan
pemerintahan. Visi Pemerintah Jawa Barat, yakni “Dengan Iman dan Takwa Jawa
Barat sebagai Provinsi Termaju di Indonesia dan Mitra Terdepan Ibukota Negara
Tahun 2010″ merupakan kehendak, harapan, komitmen yang menjadi arah kolektif
pemerintah bersama seluruh warga Jawa Barat dalam mencapai tujuan
pembangunannya. Pembangunan pendidikan merupakan salah satu bagian yang sangat
vital dan fundamental untuk mendukung upaya-upaya pembangunan Jawa Barat di
bidang lainnya. Pembangunan pendidikan merupakan dasar bagi pembangunan
lainnya, mengingat secara hakiki upaya pembangunan pendidikan adalah membangun
potensi manusia yang kelak akan menjadi pelaku pembangunan. Dalam setiap upaya
pembangunan, maka penting untuk senantiasa mempertimbangkan karakteristik dan
potensi setempat. Dalam konteks ini, masyarakat Jawa Barat yang mayoritas suku
Sunda memiliki potensi, budaya dan karakteristik tersendiri. Secara
sosiologis-antropologis, falsafah kehidupan masyarakat Jawa Barat yang telah
diakui memiliki makna mendalam adalah cageur,
bageur, bener, pinter, tur singer. Dalam kaitan ini, filosofi tersebut
harus dijadikan pedoman dalam mengimplementasikan setiap rencana pembangunan,
termasuk di bidang pendidikan. Cageur
mengandung makna sehat jasmani dan rohani. Bageur berperilaku baik, sopan santun, ramah, bertata krama. Bener yaitu jujur, amanah, penyayang
dan takwa. Pinter, memiliki
ilmu pengetahuan. Singer
artinya kreatif dan inovatif.Sebagai sebuah upaya mewujudkan pembangunan
pendidikan berfalsafahkan cageur,
bageur, bener, pinter, tur singer tersebut, ditempuh pendekatan social cultural heritage approach.
Melalui pendekatan ini diharapkan akan lahir peran aktif masyarakat dalam
menyukseskan program pembangunan pendidikan yang digulirkan pemerintahan.
E. Bahasa Suku Sunda
Bahasa Sunda
adalah bahasa yang diciptakan dan digunakan sebagai alat komunikasi oleh Suku
Sunda, dan sebagai alat pengembang serta pendukung kebudayaan Sunda itu
sendiri. Selain itu bahasa Sunda merupakan bagian dari budaya yang memberi
karakter yang khas sebagai identitas Suku Sunda yang merupakan salah satu Suku
dari beberapa Suku yang ada di Indonesia. Bahasa Sunda adalah bahasa
daerah di Indonesia yang dituturkan oleh lebih kurang 27 juta jiwa
dan merupakan bahasa dengan penutur terbanyak kedua setelah bahasa Jawa.
a) Dalam
bahasa Sunda, ada yang dikenal dengan nama bahasa Sunda Kuna. Bahasa Sunda Kuna
biasanya tertulis pada benda-benda peninggalan sejarah, seperti tulisan-tulisan di batu yang
disebut prasasti maupun naskah-naskah yang ditulis pada daun lontar.
b) Bahasa Sunda dengan dialek khasnya menambah
bahan kajian para peneliti bahasa karena bahasa Sunda dianggap sebagai bahasa
daerah yang sulit. Berbeda dengan bahasa Indonesia, bahasa Sunda memiliki
beberapa tingkatan berdasarkan tingkat kesopanannya, di antaranya sebagai
berikut.
c) Bahasa
Sunda lemes, yaitu bahasa Sunda halus yang digunakan untuk orang yang
usianya di atas kita. Bahasa Sunda halus ini memiliki nilai kesopanan yang sangat tinggi. Biasanya digunakan untuk
berbicara dengan orang tua, guru, dan orang yang kita hormati. Contoh:
"tuang" yang berarti makan.
d) Bahasa
Sunda loma, yaitu bahasa Sunda setengah halus atau sedang-sedang saja.
Bahasa Sunda loma ini biasanya digunakan pada orang yang usianya sepantaran. Misal untuk mengobrol dengan teman biasanya menggunakan bahasa Sunda loma.
Contoh: "dahar" yang berarti makan.
e) Bahasa
Sunda kasar, yaitu bahasa Sunda yang paling kasar. Bahasa Sunda kasar ini
sering digunakan seseorang ketika sedang marah. Bahasa Sunda kasar juga
digunakan oleh orang-orang yang tingkat pendidikannya kurang sehingga tidak
tahu tata krama. Contoh: "madang, lalatuk, jajablog, lolodok," yang
berarti makan.
f) Bahasa
Sunda merupakan bahasa yang unik dengan tingkatan-tingkatan berbahasa, atau lebih dikenal
dengan istilah undak-usuk yang nyaris tidak dimiliki oleh bahasa lain.
Ada beberapa
dialek dalam bahasa Sunda, mulai dari dialek Sunda-Banten, hingga dialek
Sunda-Jawa Tengahan yang mulai tercampur bahasa Jawa. Berikut dialek-dialek
bahasa Sunda dan lokasi cakupannya:
a) Dialek
Barat (Bahasa Sunda Banten) mencakup daerah Banten dan lampung
b) Dialek
Utara mencakup daerah Sunda utara yaitu kota Bogor dan beberapa daerah Pantura.
c) Dialek
Selatan (Priangan) mencakup kota Bandung dan sekitarnya
d) Dialek
Tengah Timur mencakup daerah Kabupaten majalengkan dan Indramayu.
e) Dialek
Timur Laut (Bahasa Sunda Cirebon) mencakup daerah Cirebon dan Kuningan, dan
beberapa kecamatan di Kabupaten Brebes dan Tegal Jawa Tengah.
f) Dialek
Tenggara mencakup daerah Ciamis, beberapa kecamatan di Kabupaten Cilacap dan
Banyumas Jawa Tengah.
F.
Kesenian
Suku Sunda
a) Kesenian Kirap Helaran
Kirap
helaran atau yang disebut sisingaan adalah suatu jenis kesenian tradisional
atau seni pertunjukan rakyat yang dilakukan dengan arak-arakan dalam bentuk
helaran. Pertunjukannya biasa ditampilkan pada acara khitanan atau acara-acara
khusus seperti ; menyambut tamu, hiburan peresmian, kegiatan HUT Kemerdekaan RI
dan kegiatan hari-hari besar lainnya. Seperti yang diikuti ratusan orang dari
perwakilan seluruh kelurahan di Cimahi, yang berupa arak-arakan yang pernah
digelar pada saat Hari Jadi ke-6 Kota Cimahi. Kirap ini yang bertolak dari
Alun-alun Kota Cimahi menuju kawasan perkantoran Pemkot Cimahi, Jln. Rd. Demang
Hardjakusumah itu, diikuti oleh kelompok-kelompok masyarakat yang menyajikan
seni budaya Sunda, seperti sisingaan, gotong gagak, kendang rampak, calung,
engrang, reog, barongsai, dan klub motor.
b)
Karya Sastra
Di bawah
ini disajikan daftar karya sastra dalam bahasa Jawa yang berasal dari daerah
kebudayaan Sunda :
·
Babad Cerbon
·
Cariosan Prabu Siliwangi
·
Carita Ratu Galuh
·
Carita Purwaka Caruban Nagari
·
Carita Waruga Guru
·
Kitab Waruga Jagat
·
Layang Syekh Gawaran
·
Pustaka Raja Purwa
·
Sajarah Banten
·
Suluk Wuyung Aya
·
Wahosan Tumpawarang
·
Wawacan Angling Darma
·
Wawacan Syekh Baginda Mardan
·
Kitab Pramayoga/jipta Sara
c)
Pencak Silat Cikalong
Pencak
silat Cikalong tumbuh dikenal dan menyebar, penduduk tempatan menyebutnya
“Maempo Cikalong”. Khususnya di Jawa Barat dan diseluruh Nusantara pada
umumnya, hampir seluruh perguruan pencak silat melengkapi teknik perguruannya
dengan aliran ini. Daerah Cianjur sudah sejak dahulu terkenal sebagai daerah
pengembangan kebudayaan Sunda seperti; musik kecapi suling Cianjuran, klompen
cianjuran, pakaian moda Cianjuran yang sampai kini dipergunakan dll.
d)
Seni Tari
a) Tari Jaipong
Tanah Sunda (Priangan) dikenal memiliki aneka budaya yang
unik dan menarik, Jaipongan adalah salah satu seni budaya yang terkenal dari
daerah ini. Jaipongan atau Tari Jaipong sebetulnya merupakan tarian yang sudah
moderen karena merupakan modifikasi atau pengembangan dari tari tradisional
khas Sunda yaitu Ketuk Tilu.Tari Jaipong ini dibawakan dengan iringan musik yang
khas pula, yaitu Degung. Musik ini merupakan kumpulan beragam alat musik seperti
Kendang, Go’ong, Saron, Kacapi, dsb. Degung bisa diibaratkan ‘Orkestra’ dalam
musik Eropa/Amerika. Ciri khas dari Tari Jaipong ini adalah musiknya yang
menghentak, dimana alat musik kendang terdengar paling menonjol selama
mengiringi tarian. Tarian ini biasanya dibawakan oleh seorang, berpasangan atau
berkelompok. Sebagai tarian yang menarik, Jaipong sering dipentaskan pada
acara-acara hiburan, selamatan atau pesta pernikahan.
b) Tari Ketuk
Tilu
Tari Ketuk Tilu adalah suatu tarian pergaulan dan sekaligus
hiburan yang biasanya 7 diselenggarakan pada acara pesta perkawinan, acara
hiburan penutup kegiatan atau diselenggrakan secara khusus di suatu tempat yang
cukup luas. Pemunculan tari ini dimasyarakat tidak ada kaitannya dengan adat
tertentu atau upacara sakral tertentu tapi murni sebagai pertunjukan hiburan
dan pergaulan. Oleh karena itu tari ketuk tilu ini banyak disukai masyarakat
terutama dipedesaan yang jarang kegiatan hiburan.
c) Seni Musik
Dan Suara
Selain seni tari, tanah Sunda juga terkenal dengan seni
suaranya. Dalam memainkan Degung biasanya ada seorang penyanyi yang membawakan
lagu-lagu Sunda dengan nada dan alunan yang khas. Penyanyi ini biasanya seorang
wanita yang dinamakan Sinden. Tidak sembarangan orang dapat menyanyikan lagu
yang dibawakan Sindenkarena nada dan ritme-nya cukup sulit untuk ditiru dan
dipelajari.Dibawah ini salah salah satu musik/lagu daerah Sunda :
·
Bubuy Bulan
·
Es Lilin
·
Manuk Dadali
·
Tokecang
·
Warung Pojok
d) Wayang
Golek
Jepang boleh terkenal dengan ‘Boneka Jepangnya’, maka tanah
Sunda terkenal dengan kesenian Wayang Golek-nya. Wayang Golek adalah pementasan
sandiwara boneka yang terbuat dari kayu dan dimainkan oleh seorang sutradara
merangkap pengisi suara yang disebut Dalang. Seorang Dalang memiliki
keahlian dalam menirukan berbagai suara manusia. Seperti halnya Jaipong,
pementasan Wayang Golek diiringi musik Degung lengkap dengan Sindennya. Wayang
Golek biasanya dipentaskan pada acara hiburan, pesta pernikahan atau acara
lainnya. Waktu pementasannya pun unik, yaitu pada malam hari (biasanya semalam
suntuk) dimulai sekitar pukul 20.00 – 21.00 hingga pukul 04.00 pagi. Cerita
yang dibawakan berkisar pada pergulatan antara kebaikan dan kejahatan (tokoh
baik melawan tokoh jahat). Ceritanya banyak diilhami oleh budaya Hindu dari
India, seperti Ramayana atau Perang Baratayudha. Tokoh-tokoh dalam cerita
mengambil nama-nama dari tanah India.Dalam Wayang Golek, ada ‘tokoh’ yang
sangat dinantikan pementasannya yaitu kelompok yang dinamakan Purnakawan,
seperti Dawaladan Cepot. Tokoh-tokoh ini digemari karena mereka merupakan tokoh
yang selalu memerankan peran lucu (seperti pelawak) dan sering memancing gelak
tawa penonton. Seorang Dalang yang pintar akan memainkan tokoh tersebut dengan
variasi yang sangat menarik.
e) Alat Musik
1.
Calung
Calung adalah alat musik Sunda yang
merupakan prototipe dari angklung. Berbeda dengan angklung yang dimainkan
dengan cara digoyangkan, cara menabuh calung adalah dengan mepukul batang
(wilahan, bilah) dari ruas-ruas (tabung bambu) yang tersusun menurut titi laras
(tangga nada) pentatonik (da-mi-na-ti-la). Jenis bambu untuk pembuatan calung
kebanyakan dari awi wulung (bambu hitam), namun ada pula yang dibuat dari awi
temen (bambu yang berwarna putih).
2.
Angklung
Angklung adalah sebuah alat atau waditra kesenian yang
terbuat dari bambu khusus yang ditemukan oleh Bapak Daeng Sutigna sekitar tahun
1938. Ketika awal penggunaannya angklung masih sebatas kepentingan kesenian
local atau tradisional
3.
Seni Bangreng
Seni Bangreng adalah pengembangan dari seni “Terbang” dan
“Ronggeng”. Seni terbang itu sendiri merupakan kesenian yang menggunakan
“Terbang”, yaitu semacam rebana tetapi besarnya tiga kali dari alat rebana.
Dimainkan oleh lima pemain dan dua orang penabu gendang besar dan kecil.
4.
Rengkong
Rengkong adalah salah satu kesenian tradisional yang
diwariskan oleh leluhur masyarakat Sunda. Muncul sekitar tahun 1964 di daerah
Kabupaten Cianjur dan orang yang pertama kali memunculkan dan mempopulerkannya
adalah H. Sopjan. Bentuk kesenian ini sudah diambil dari tata cara masyarakat
sunda dahulu ketika menanam padi sampai dengan menuainya
5.
Kuda Renggong
Kuda Renggong atau Kuda Depok ialah salah satu jenis
kesenian helaran yang terdapat di Kabupaten Sumedang, Majalengka dan Karawang.
Cara penyajiannya yaitu, seekor kuda atau lebih di hias warna-warni, budak
sunat dinaikkan ke atas punggung kuda tersebut, Budak sunat tersebut dihias
seperti seorang Raja atau Satria, bisa pula meniru pakaian para Dalem Baheula,
memakai Bendo, takwa dan pakai kain serta selop.
6.
Kecapi Suling
Kacapi Suling adalah salah satu jenis kesenian Sunda yang
memadukan suara alunan Suling dengan Kacapi (kecapi), iramanya sangat merdu
yang biasanya diiringi oleh mamaos (tembang) Sunda yang memerlukan cengkok/
alunan tingkat tinggi khas Sunda. Kacapi Suling berkembang pesat di daerah
Cianjur dan kemudian menyebar kepenjuru Parahiangan Jawa Barat dan seluruh
dunia.
Mayoritas masyarakat Sunda berprofesi sebagai petani
termasuk berhuma, penambang pasir, dan berladang.Sampai abad ke-19, banyak dari
masyarakat Sunda yang berladang secara berpindah-pindah. Di wilayah perkotaan,
banyak orang Sunda yang berprofesi sebagai buruh pabrik, pegawai negeri, dan
pembantu rumah tangga. Profesi pedagang keliling banyak pula dilakoni oleh
masyarakat Sunda, terutama asal TasikmalayadanGarut.Merekabanyak menjual aneka perabotan rumah. Kebanyakan tidak suka merantau atau
hidup berpisah dengan orang-orang sekerabatnya. Kebutuhan orang
Sunda terutama adalah hal meningkatkan taraf hidup. Menurut data
dari Bappenas
(kliping
Desember 1993)
di Jawa Barat terdapat 75% desamiskin.Secaraumumkemiskinan di Jawa Barat
disebabkan
oleh kelangkaan sumber daya manusia. Maka
yang dibutuhkan adalah pengembangan sumber daya manusia yang
berupa pendidikan, dan
pembinaan.
Mata pencaharian pokok masyarakat Sunda
adalah :
a a) Bidang perkebunan, seperti tumbuhan
teh, kelapa sawit, karet, dan kina.
b b) Bidang pertanian, seperti padi,
palawija, dan sayur-sayuran.
c c) Bidang perikanan, seperti tambak
udang, dan perikanan ikan payau.
Selain bertani, berkebun dan mengelola perikanan, ada juga
yang bermata pencaharian sebagai pedagang, pengrajin, dan peternak.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Suku Sunda merupakan salah satu sukubangsa yang ada di Jawa. Suku Sunda memiliki kharakteristik
yang unik yang membedakannya dengan masyarakat suku lain. Kekharakteristikan yaitu tercermin dari kebudayaan yang
dimilikinya
baik dari segi agama,
bahasa, kesenian, adat
istiadat, mata
pencaharian, dan lain sebagainya.
Kebudayaan yang dimiliki suku Sunda ini menjadi salah satu kekayaan yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia yang perlu tetap dijaga kelestariannya. Dengan
membuat makalah suku Sunda ini diharapkan dapat lebih mengetahui lebih jauh mengenai kebudayaan suku Sunda tersebut dan dapat menambah wawasan serta pengetahuan
yang pada kelanjutannya dapat
bermanfaat dalam dunia kependidikan.
Mayoritas masyarakat Sunda berprofesi sebagai petani termasuk berhuma,
penambang pasir, dan berladang.Mata pencaharian pokok masyarakat Sunda adalah :
1.
Bidang perkebunan, seperti tumbuhan
teh, kelapa sawit, karet, dan kina.
2.
Bidang pertanian, seperti padi,
palawija, dan sayur-sayuran.
3.
Bidang perikanan, seperti tambak udang,
dan perikanan ikan payau.
Selain bertani,
berkebun dan mengelola perikanan, ada juga yang bermata pencaharian sebagai
pedagang, pengrajin, dan peternak.
B.
Saran
Budaya daerah merupakan faktor utama berdirinya kebudayaan nasional, maka
segala sesuatu yang terjadi pada budaya daerah akan sangat mempengaruhi budaya
nasional. Atas dasar itulah, kita semua mempunyai kewajiban untuk menjaga,
memelihara dan melestarikan budaya baik budaya lokal atau budaya daerah maupun budaya nasional, karena budaya merupakan bagian dari kepribadian bangsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar